Kisah Kakek dan Pencuri Nangka
Pada salah satu kisah kehidupan yang mungkin banyak hilang di
depan mata kita. Cerita ini tentang seorang kakek yang sederhana, hidup sebagai
orang kampung yang bersahaja. Suatu sore, ia berada di kebun di depan rumahnya
ada sebatang pohon nangka dan telah matang yang manis rasanya. Walaupun tidak
banyak namun telah matang dan siap dipanen. Ia berencana memanen nangka itu di
keesokan hari. Namun, tatkala pagi tiba, ia mendapati satu buah nangka nya sudah
dipanen orang.
Kakek itu begitu
bersedih, hingga istrinya merasa heran. “masak hanya karena buah nangka saja
engkau demikian murung pak” ujar sang istri. “bukan itu yang aku sedihkan buk” jawab sang
kakek, “aku kepikiran, betapa sulitnya orang itu mengambil nangka kita. Ia
harus sembunyi-sembunyi di tengah malam agar tidak ketahuan orang. Belum lagi mesti
mengambilnya dengan susah payah untuk bisa memetiknya,,,
“dari itu Bu” lanjut sang kakek, “saya akan menaruh
tangga di dekat batang nangka itu,
mudah-mudahan ia datang kembali malam ini dan tidak akan kesulitan lagi
mengambilnya”.
Namun saat pagi kembali hadir, ia mendapati nangka
yang tinggal Satu itu tetap ada beserta tangga tanpa bergeser sedikitpun. Ia
mencoba bersabar, dan berharap pencuri itu akan muncul lagi di malam ini. Namun
di pagi berikutnya, tetap saja nangka itu masih di utuh.
Di sore harinya, sang kakek kedatangan seorang
tamu yang menenteng buah nangka besar di tangannya. Ia belum pernah mengenal si
tamu tersebut. Singkat cerita, setelah berbincang lama, saat hendak pamitan
tamu itu dengan amat menyesal mengaku bahwa ialah yang telah mencuri nangkanya.
“Sebenarnya” kata sang tamu, “di malam berikutnya
saya ingin mencuri nangka yang tersisa.
Namun saat saya menemukan ada tangga di sana, saya tersadarkan dan sejak itu
saya bertekad untuk tidak mencuri lagi. Untuk itu, saya kembalikan nangka Anda
dan untuk menebus kesalahan saya, saya hadiahkan nangka yang baru saya beli di
pasar untuk Anda”.
Hikmah yang bisa diambil dari kisah inspirasi diatas,
adalah tentang keikhlasan, kesabaran, kebajikan dan cara pandang positif
terhadap kehidupan.
Mampukah kita tetap bersikap positif saat kita
kehilangan sesuatu yang kita cintai dengan ikhlas mencari sisi baiknya serta
melupakan sakitnya suatu “musibah”?
"Sesungguhnya manusia itu sangat ingkar,
tidak berterima kasih kepada Tuhannya, dan sesungguhnya manusia itu menyaksikan
(sendiri) keingkarannya, dan sesungguhnya dia sangat bakhil karena cintanya
kepada harta."
No comments